Beranda | Artikel
Batas-batas Aurat Wanita - Syaikh Abdul Karim al-Khudhair #NasehatUlama
Selasa, 2 Agustus 2022

Ia bertanya: “Sampai mana batas aurat wanita di depan mahramnya dan di depan sesama wanita,
dan sampai mana batas auratnya di depan pria (yang bukan mahram)?”

“Apakah kedua tangan wanita merupakan aurat di depan pria (yang bukan mahram)?”

“Kami mengharapkan jawaban dan penjelasannya, karena sangat dibutuhkan banyak orang di zaman ini,
terlebih lagi bagi kaum wanita.”

Aurat wanita di depan mahramnya adalah anggota badan yang biasa terlihat,
seperti dua lengan, dua telapak kaki,
kepala, rambut,
leher, dan anggota badan yang harus disingkap saat berwudhu.

Anggota badan ini harus disingkap, dan biasanya terlihat.

Karena seandainya wanita diharuskan untuk menutup seluruh badannya di depan mahramnya,
maka itu pasti akan memberatkannya.

Ini juga auratnya di depan sesama wanita,
karena para wanita juga disebutkan setelah para mahram
dalam ayat pada surat an-Nur (ayat 31) dan al-Ahzab (ayat 55).

Meskipun pendapat beberapa ulama, bahkan disebut sebagian mereka sebagai pendapat jumhur,
bahwa aurat wanita di depan sesama wanita seperti aurat lelaki di depan sesama lelaki,
yaitu dari pusar hingga lutut, tapi pendapat ini tidak memiliki landasan dalil, meskipun itu pendapat jumhur ulama,
dan dua ayat dalam surat an-Nur dan al-Ahzab itu membantah pendapat tersebut.

Jadi, aurat wanita di depan wanita lain seperti auratnya di depan mahramnya.

Pemberian fatwa berdasarkan pendapat jumhur ulama membawa pengaruh
banyak wanita yang kendor dan meremehkan urusan hijabnya,
serta aurat menjadi ditampakkan, bahkan aurat ditampakkan yang membuat kita mengernyitkan dahi.

Beberapa wanita menyebutkan bahwa di beberapa kesempatan, aurat utama banyak diumbar.

Hanya dilapisi pakaian tipis yang tidak dapat menutup aurat.

Mereka juga menyebutkan hal-hal lain yang tidak mungkin disebutkan di sini.

Semua ini adalah pengaruh dari fatwa yang efek negatifnya tidak dipelajari terlebih dahulu.

Padahal ayat dalam surat an-Nur dan al-Ahzab menyebutkan para wanita setelah mahram,
sehingga bagian tubuh wanita yang boleh diperlihatkan kepada saudaranya, ayahnya, pamannya,
ayah mertuanya, dan anak tirinya seperti yang boleh ia perlihatkan kepada wanita lain.

Yang boleh ia perlihatkan ke wanita lain adalah seperti yang boleh ia perlihatkan untuk para mahramnya.

Apabila terdapat fitnah bahkan dari sesama wanita sendiri, (maka tidak boleh ditampakkan).

Yakni jika menampakkan anggota tubuh menimbulkan fitnah antara seseorang dengan saudaranya,
maka ia tidak boleh menampakkan anggota badannya itu.

Jika timbul fitnah—dan para ulama fokus pada anak tiri,
dan memang banyak timbul fitnah darinya, padahal ia adalah mahramnya.

Jika timbul fitnah seperti ini (dari menampakkan anggota badan), maka pintu fitnah ini harus ditutup.

Dapat timbul pula fitnah antar sesama wanita seperti fitnah yang timbul antara pria dan wanita.

Ditemui juga perilaku-perilaku di antara mereka yang tidak mungkin di sebutkan di tempat ini dan di hadapan wajah-wajah mulia ini.

Ditemui juga perilaku-perilaku di antara mereka yang tidak mungkin di sebutkan di tempat ini dan di hadapan wajah-wajah mulia ini.

Saudara-saudara yang mencermati perkara-perkara seperti ini
menyebutkan banyak bentuk perilaku ini.

====

يَقُولُ مَا حَدُّ عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ أَمَامَ مَحَارِمِهَا وَأَمَامَ النِّسَاءِ

وَمَا مِقْدَارُ عَوْرَتِهَا أَمَامَ الرِّجَالِ؟

وَهَلْ يَدَاهَا عَوْرَةٌ أَمَامَ الرِّجَالِ؟

نَأْمَلُ الْإِجَابَةَ وَالتَّوْضِيحَ لِحَاجَةِ النَّاسِ فِي هَذَا الزَّمَانِ

وَبِخَاصَّةٍ لِلنِّسَاءِ

عَوْرَةُ الْمَرْأَةِ أَمَامَ الْمَحَارِمِ هِيَ مَا يَظْهَرُ غَالِبًا

مِنَ الذِّرَاعَيْنِ وَالْقَدَمَيْنِ

وَالرَّأْسِ وَالشَّعْرِ

وَالْعُنُقِ وَمَا تَحْتَاجُ إِلَيْهِ فِي الْوُضُوءِ

هَذِهِ تَحْتَاجُ إِلَيْهِ وَهِيَ غَالِبًا تَخْرُجُ

لِأَنَّهَا لَوْ كُلِّفَتْ أَنْ تَسْتُرَ جَمِيعَ بَدَنِهَا أَمَامَ الْمَحَارِمِ

لَشَقَّ عَلَيْهَا ذَلِكَ

وَهِيَ عَوْرَتُهَا أَمَامَ النِّسَاءِ

لِأَنَّ النِّسَاءَ عُطِفْنَ عَلَى الْمَحَارِمِ

فِي آيَتَيِ النُّورِ وَالْأَحْزَابِ

وَإِنْ كَانَ قَوْلُ جَمْعٍ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ بَلْ يَنْسِبُهُ بَعْضُهُمْ إِلَى الْجُمْهُورِ

أَنَّ عَوْرَتَهَا أَمَامَ النِّسَاءِ كَعَوْرَةِ الرَّجُلِ أَمَامَ الرِّجَالِ

مِنَ السُّرَّةِ إِلَى الرُّكْبَةِ لَكِنَّ هَذَا الْقَوْلَ لَا يَدُلُّ عَلَيْهِ الدَّلِيلُ وَإِنْ كَانَ قَوْلُ الْجُمْهُورِ

وَالْآيَتانِ فِي سُورَةِ النُّورِ وَالْأَحْزَابِ تَرُدَّانِ هَذَا الْقَوْلَ

فَعَوْرَتُهَا عِنْدَ النِّسَاءِ مِثْلُ عَوْرَتِهَا أَمَامَ الْمَحَارِمِ

وَتَرَتَّبَ عَلَى إِفْتَائِهَا بِقَوْلِ الْجُمْهُورِ

أَنْ تَنَازَلَ كَثِيرٌ مِنَ النِّسَاءِ وَتَسَاهَلُوا فِي أَمْرِ الْحِجَابِ

وَأُظْهِرَتِ الْعَوْرَاتُ

بَلِ الْعَوْرَاتُ يَعْنِي شَيْءٌ يَنْدَى لَهُ الْجَبِينُ

تَذْكُرُ بَعْضُ النِّسَاءِ أَنَّهُ فِي بَعْضِ الْمُنَاسَبَاتِ تُرَى الْعَوْرَاتُ الْمُغَلَّظَةُ

يُلْبَسُ عَلَيْهَا أَشْيَاءَ رَقِيقَةً لَا تَسْتُرُهَا

وَتَذْكُرُنَا أَشْيَاءَ لَا يُمْكِنُ الْجَهْرُ بِهَا

كُلُّ هَذَا مِنْ آثَارِ هَذِهِ الْفَتْوَى الَّتِي لَمْ تُدْرَسْ آثَارُهَا

مَعَ أَنَّ الْآيَةَ فِي سُورَةِ النُّورِ وَفِي سُورَةِ الْأَحْزَابِ عَطَفَتِ النِّسَاءَ عَلَى الْمَحَارِمِ

فَيَبْقَى أَنَّ مَا تُظْهِرُهُ لِأَخِيْهَا وَلِأَبِيْهَا وَلِعَمِّهَا

وَلِوَالِدِ زَوْجِهَا وَابْنِ زَوْجِهَا مِثْلُ مَا تُظْهِرُهُ لِلنِّسَاءِ

مَا تُظْهِرُهُ لِلنِّسَاءِ هُوَ مَا تُظْهِرُهُ لِهَؤُلَاءِ الْمَحَارِمِ

وَإِذَا وُجِدَ فِتْنَةٌ وَافْتِتَانٌ حَتَّى مِنَ النِّسَاءِ

يَعْنِي لَوْ وُجِدَ فِتْنَةٌ بِالنِّسْبَةِ لِلْأَخِ مَعَ أَخِيهِ

فَلَا يَجُوزُ أَنْ تُبْدِيَ شَيْئًا مِنْ بَدَنِهِ

وَإِذَا وُجِدَ فِتْنَةٌ وَأَهْلُ الْعِلْمِ يُرَكِّزُوْنَ عَلَى وَلَدِ الزَّوْجِ عَلَى وَلَدِ الزَّوْجِ

وَالْفِتْنَةُ تَحْصُلُ بِهِ كَثِيرًا مَعَ أَنَّهُ مَحْرَمٌ

فَإِذَا وُجِدَ مِثْلَ هَذِهِ الْفِتْنَةِ فَإِنَّهُ لاَ بُدَّ مِنْ سَدِّ هَذِهِ الذَّرِيعَةِ

وَأَيْضًا النِّسَاءُ وُجِدَ مِنْهُنَّ وَبَيْنَهُنَّ مَا يُوجَدُ بَيْنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ

وَعُثِرَ عَلَى مُمَارَسَاتٍ لَا يُمْكِنُ أَنْ تُذْكَرَ فِي هَذَا الْمَكَانِ وَبَيْنَ هَذِهِ الْوُجُوهِ

وَالْإِخْوَانُ الْمُتَتَبِّعُوْنَ لِهَذِهِ الْأُمُورِ يَذْكُرُوْنَ صُوَرًا عَدِيدَةً مِنْ هَذَا النَّوْعِ


Artikel asli: https://nasehat.net/batas-batas-aurat-wanita-syaikh-abdul-karim-al-khudhair-nasehatulama/